_Chaedar Alwasilah

Meskipun
seorang ahli bahasa bergelut dengan bahasa namun tidak menjadi syarat bahwa
seorang linguist itu harus poliglotisme. Poliglotisme berasal dari bahasa
yunani (polys=banyak, glotta=bahasa) atau secara istilah
adalah orang yang menguasai banyak bahasa. Seorang linguist mungkin saja bisa
menguasai banyak bahasa, namun yang menjadikannya sebagi seorang ahli bahasa
bukan lah dari segi poliglotisme tersebut.
Seorang
linguist bisa diukur dari kemampuannya untuk menguraikan, menjelaskan dan
menerangkan tentang suatu bahasa. Seorang ahli bahasa harus mampu berbicara
tentang suatu bahasa, baik dari segi kaidah-kaidahnya, tata kerja atau
grammarnya dan yang lainnya dari sisi linguistic.
Poliglotisme
sendiri bisa menjadi sebuah effek dari aktifitas seorang ahli bahasa. Hal
tersebut dikarenakan seorang linguist akan selalu menanamkan cara berfikir yang
sistematis. Disamping itu ia juga selalu dalam kondisi analisis berfikir yang
mendalam terhadap segala sesuatu yang ada dalam sebuah bahasa. Hal itu yang
kemudian akan merangsang si linguist untuk mempelajari bahasa-bahasa lain.
Orang yang
mampu menguasai banyak bahasa bukan berarti dia bisa menjelaskan seluk beluk
bahasa tersebut. ia tidak bisa disebut sebgai seorang linguist. Adapun tugas
dari seorang linguist itu sendiri seperti yang dijelaskan diatas hanya
dibolehkan untuk menganalisis dari segi linguistiknya saja. disamping itu
analisis yang diberikan haruslah analisis yang berbentuk descriptive dan bukan
analisis yang bentuknya perspective.
Dalam artian
yang diuraikan oleh seorang linguist yaitu sesuatu hal yang dijelaskan secara
pendeskrisian kenapa seperti itu. Dan bukan perspective sendiri dan langsung
men-judge suatu fenomena bahasa penggunaan bahasa yang ada sebagai bahasa yang
salah. Menjelaskan dari akar dan mendalam itu adalah kewajiban dari seorang
ahli bahasa. // [as_kos]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar