“Kehadiran
segala sesuatu pada hakikatnya tidak ternamai ataupun terjelaskan”
_Tolle

“Prof, apakah gelap itu ada?” tanya si mahasiswa.
Lalu Prof.
itu menjawab dengan tenang karena dia tahu arah dari pertanyaan mahasiswa
tersebut, “iya ada”.
Dengan merasa benar si mahasiswa itu menjawab
pertanyaannya sendiri, “sebetulnya gelap itu tidak ada, yang ada adalah
ketiadaan cahaya Prof, kita bisa mempelajari cahaya tapi tidak bisa mempelajari
gelap. Kita bisa menggunakan prisma newton untuk mengukur gelombang cahaya”
Dengan tersenyum si professor menjawab, “anda sudah
melakukan kesalahan yaitu anda menggabungkan dua hal yang berbeda. Anda
menggabungkan fenomena dengan kualitas sekunder, dalam logika berfikir yang
beanr, kita tidak bisa mencampurkan hal tersebut. ‘gelap’ dan ‘terang’ hanya
persepsi subjective manusia sebagai kualitas sekunder terhadap phenomena. Gelap
dan terang adalah sebutan terhadap phenomena jumlah partikel foton yang ada.
jumlah X foton yang manusia sebut sebagai gelap, belum tentu buat kucing; mungkin
itu “cukup terang bagiku”. Ketika gelap dan terang dihapuskan, apakah fenomena
tersebut masih akan tetap ada? tentunya pasti akan tetap ada.”
Dari hasil perdebatan diatas jelas menunjukan bahwa
ternyata bahasa mempunyai keterbatasan, dimana bahasa hanya bersifat subjektif
yang di persepsi manusia terhadap suatu fenomena saja. setiap realitas empiris
atau fenomena yang ditemui, dialami dan dirasakan oleh seseorang manusia
terlalu sulit untuk diwadahi oleh bahasa. Bahasa hanya sebagai kualitas
sekunder saja yang bersifat terbatas dan parsial. Realitas tentunya lebih jelas
dibandingkan bahasa. Reaitas bersipat jelas dan objektif, jadi bagaimana
mungkin yang kurang jelas menjelaskan yang lebih jelas. // [As_kos]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar