Judul : IMAJINASI: Rahasia Para Pemikir Besar
Penulis : Asep Koswara
Halaman : 215 halaman
Penerbit : Allegiance Publishing
Cuaca semakin dingin dan poho-pohon menjadi beraneka warna, warna
merah dan kuning bersinar seakan daun-daun merengkuh cahaya mentari musim gugur
dan menebarkannya perlahan. Sawah-sawah dipenuhi tumpukan labu keemasan dan
coklat kemerahan, serta pepohonan yang berubah apel-apel merah yang begitu
harum sampai-sampai Anda dapat mencium sarinya.
Pakaian si pengemis yang bertelanjang kaki itu telah robek-robek,
rambutnya semrawut. Dia dapat mencium aroma daging panggang dari dapur penduduk
dan terbitlah air liurnya- dia belum makan sejak dua hari yang lalu. Putus asa,
dia membuat api unggun kecil dipinggiran desa, meletakan pancinnya diatas api,
dan menaruh sebuah batu didalam panci. “seandainya,” pikirnya, “batu ini dapat
dimasak menjadi sup yang lejat.” Dia duduk diatas sebuah kotak, lalu
membayangkan dirinya benar-benar sedang memasak sup.
Beberapa penduduk yang penasaran keluar dari rumahnya masing-masing
dan berkumpul disekitar api. Mereka menanyakan apa yang sedang dimasaknya, lalu
dia member tahu mereka tentang batu ajaib yang bisa dibuat sup yang sangat
lezat. “Sup batu ini akan menjadi lebih
enak bila dicampur bunga es”, begitu katanya. Para penduduk terkagum-kagum
dengan sup ini dan mulai berkomentar tentang aromanya yang wangi. Si pengemis
mengundang mereka untuk makan bersama. Para penduduk yang bersemangat itu
mengatakan bahwa mereka akan membawa makanan untuk melengkapi hidangan sup itu.
Mereka kembali membawa sayuran, buah, kalkun, daging, telur, dan
sosis. “Sekarang marilah berdoa,” kata pendeta desa. Si pengemis berpikir,
“saya berdoa supaya makanan ini tidak menjadi dingin sebelum dia selesei
berdoa,” lalu si pengemis itu makan. Dia memakan segala yang terhidang,
seakan-akan tidak ada hari esok. Dia memecahkan empat butir telur dengan ujung pisaunya
dan memakannya dengan irisan daging goreng. Dia mengiris dua potong kalkun,
memasukan daging kedalam mulutnya, lalu menambahkan kentang rebus dan kacang
polong- lalu memotong sebongkah roti mentega dan melahapnya. Dia tidak
menyadari bahwa para penduduk menghirup supnya bermangkok-mangkok selagi dia
melahap segala yang ada di depannya termasuk separo kue stroberi.
Setelah selesai, dia terduduk selama beberapa saat, seolah
tercenung. Lalu, dia bangkit, memungut batunya dan pergi. Dia sama sekali tidak
menoleh kebelakang.
cerita diatas merupakan sebuah bentuk effek dari proses imajinasi.